Menteri LHK : Tidak Boleh Ada Pencemaran Batu Bara di Aceh Barat

Forum Pemuda Meureubo Raya yang merekam tumpahan batu bara menghitamkan kawasan pesisir di Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Kondisi seperti ini masih terjadi hingga akhir 2023 dan memasuki 2024. Tak ada solusi, bahkan nyaris dianggap seperti kondisi normal.(Foto/Dok PWI Aceh)

HabapublikJakarta : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc merespons serius laporan kerusakan lingkungan akibat tumpahan batu bara di laut Aceh Barat.

“Tidak boleh itu. Semua ada aturan, semua ada ketentuan baku mutu,” kata Siti Nurbaya menjawab Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin di sela-sela menghadiri penanaman mangrove di Kali Angke, Jakarta Utara dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024, Sabtu, 17 Februari 2024.

Siti Nurbaya terlihat sangat respons ketika dilaporkan kasus pencemaran lingkungan tersebut. “Buat pengaduan ke Tim Gakkum LHK, atau laporkan langsung ke saya, kita akan tindaklanjuti. Adukan atau WA saya,” ujar Siti Nurbaya sambil menyerahkan nomor WhatsApp-nya kepada Ketua PWI Aceh didampingi Plt Ketua Dewan Kehormatan PWI Aceh, HT Anwar Ibrahim.

Selain memberikan nomor pribadi/ WhatsApp langsung untuk kepentingan konfirmasi kepada wartawan, pengaduan juga dibuka melalui telepon di nomor 021-5733940 atau WhatsApp Pengaduan melalui nomor atau ikuti tautan 08111043994.

Untuk diketahui, kondisi yang sangat memiriskan terus melanda masyarakat Aceh Barat khususnya yang bermukim di sekitar wilayah pertambangan.

Keseharian mereka harus hidup dalam lautan debu dan pencemaran akibat tumpahan batu bara, tak hanya di laut, malah di jalan umum.

“Apa yang diberikan oleh perusahaan tambang tersebut, seperti CSR atau rekrutmen tenaga kerja belum sebanding dengan kerugian besar yang dialami daerah termasuk dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Ketua Forum Pemuda Meureubo Raya, Kabupaten Aceh Barat, Abu Samah Ahmad kepada wartawan, Jumat sore, 26 Januari 2024.

Menurut Abu Samah, hingga akhir 2023 dan memasuki 2024, polusi debu dan pencemaran laut oleh tumpahan batu bara belum teratasi, bahkan terkesan sudah menjadi sesuatu yang normal-normal saja.

Laut dan pantai di desa-desa pesisir Kecamatan Meureubo menghitam akibat tumpahan batu bara dari perusahaan pertambangan di wilayah tersebut.

“Ironisnya belum ada perusahaan yang menyatakan bertanggung jawab meski lingkungan semakin hancur. Pemerintah pun seperti tak berkutik,” tandas Abu Samah. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *